Selasa, 03 Mei 2011

Ilana Tan

penulis novel yang dari SMP saya suka itu namanya Ilana Tan. who is she? *eh emang dia cewe ya?* hahaha. ya ya ya kayaknya sih emang cewe.
kenapa suka sama dia? novelnya itu lhooo... mengalir ;) *lu pikir aer, ha?* pokoknya gaya penulisan dia itu keren, rapih, megalir, bikin kita ikut masuk ke dalem ceritanya, setting-nya menonjol (dari 2 novel yang pernah saya baca, 2 lagi masih dalam proses), intinya secara keseluruhan penulisan Ilana Tan itu RAPIH.

sekedar sharing, pertama kali baca novel Ilana Tan yang judulnya 'Autumn in Paris', err itu kado ulang tahun ke 15 dari temen-temen waktu SMP :)) *curhat mbak?* hohoho. setting-nya di kota Paris, kebetulan ada tokoh yang ada kaitannya sama Jepang, yah karna saya suka Jepang semangatlah saya baca novel yang tergolong tebel itu. ternyata oh ternyata, ga nyesel banget bacanya ;) KEREN. BAGUS. INDAH. AWESOME. GREAT. VERY GOOD. OMOSHIROI. KAKKOI. SUGOI. yah segala-galanya lah saking bagusnya *lebay luuu* tapi nyatanya emang gitu, err menurut saya sih.

walaupun belum baca ke-empat novelnya. saya mau tunjukin prolognya masing-masing, mulai dari novel pertama Ilana Tan - Summer in Seoul,

Dulu kalau aku tak begitu, kini bagaimana aku?
Dulu kalau aku tak di situ, kini di mana aku?
Kini kalau aku begini, kelak bagaimana aku?
Kini kalau aku di sini, kelak di mana aku?
Tak tahu kelak ataupun dulu
Cuma tahu kini aku begini
Cuma tahu kini aku di sini
Dan kini aku melihatmu
KONON ketika seseorang dalam keadaan hidup dan mati, ia akan bisa melihat potongan-potongan kejadian dalam hidupnya, seperti menonton film yang tidak jelas alur ceritanya. Benarkah begitu?
Oh ya, ia sedang mengalaminya. Ketika tubuhnya terlempar ke sana-sini, pandangannya mendadak gelap, namun anehnya ia kemudian bisa melihat wajah seseorang dengan jelas. Ia juga bisa mendengar suaranya.
Betapa ia sangat merindukannya sekarang, ingin bertemu dengannya, ingin berbicara dengannya. Ada yang harus ia katakan pada orang itu. Ia harus memberitahunya ia rindu.
Hanya sekali saja…
Kalau boleh, ia ingin mengatakannya sekali saja…
Kalau boleh, ia ingin melihatnya sekali saja…
Tapi tidak bisa…
Suaranya tidak bisa keluar…
Ia tidak punya tenaga untuk bicara…




novel kedua, Ilana Tan - Autumn in Paris,

JALANAN sepi.
Langit gelap.
Angin musim gugur bertiup kencang.
Ia merapatkan jaket yang dikenakannya, namun tubuhnya tetap saja menggigil. Bukan karena angin, karena saat ini ia sama sekali tidak bisa merasakan apa pun. Sepertinya saraf-sarafnya sudah tidak berfungsi. Ia tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa bersuara, dan tidak bisa merasakan apa-apa.
Kecuali rasa sakit di hatinya. Ia bisa merasakan yang satu itu. Sakit sekali....
Butuh tenaga besar untuk menyeret kakinya dan maju selangkah. Sebelah tangannya terangkat ke dada, mencengkeram bagian depan jaket. Tangan yang lain terjulur ke depan dan mencengkeram pagar besi jembatan. Pagar besi itu seharusnya terasa dingin di tangannya yang telanjang, tapi nyatanya ia tidak merasakan apa pun walaupun ia mencengkeram pagar besi itu sampai buku-buku jarinya memutih.
Matanya menatap kosong ke bawah. Permukaan sungai terlihat tenang seperti kaca besar berwarna hitam yang memantulkan cahaya dari lampu-lampu di tepi jalan.
Air sungai itu pasti dingin sekali. Ia pasti akan mati kedinginan bila terjun ke sungai itu. Mati beku.
Ia hanya perlu membiarkan dirinya jatuh. Setelah itu seluruh tubuhnya akan membeku. Rasa sakit ini juga akan membeku. Ia tidak akan merasakannya lagi.


novel ketiga, Ilana Tan - Winter in Tokyo,

IA menyesap minumannya pelan dan memandang ke luar jendela. Salju mulai turun lagi. Ia berdiri di sana beberapa saat, memandangi butiran salju yang melayang-layang di luar.
Ada yang hilang.
Keningnya berkerut samar. Tentu saja ada yang hilang. Ia tahu benar ada sesuatu yang hilang. Hanya saja ia tidak tahu apa yang hilang itu. Dan apakah sesuatu yang hilang itu penting atau tidak.
Ia menarik napas dalam-dalam. Yah... mungkin bukan sesuatu yang penting.
Ia berputar membelakangi jendela dan memandang ke sekeliling ruangan. Aula besar itu mulai ramai. Orang-orang terlihat gembira, saling tersenyum, tertawa, dan mengobrol. Seorang kenalannya tersenyum dan melaimbai ke arahnya. Ia balas tersenyum dan mengangkat gelas.
Tepat pada saat itulah ia melihat orang itu.
Orang yang baru memasuki ruangan. Matanya tidak berkedip mengamati orang itu menyalami beberapa orang sambil tersenyum lebar. Aneh... Ia menyadari dirinya untuk tidak mengalihkan pandangan.
Ia melihat orang itu mengambil segelas minuman dari meja bulat bertaplak putih sambil bercakap-cakap  dengan seseorang yang berdiri di sampingnya. Kemudian orang itu mengangkat wajah dan memandnag ke seberang ruangan. Tepat ke arahnya.
Mata mereka bertemu dan waktu serasa berhenti.
Aneh sekali. Otaknya tidak mengenal orang itu. Ia yakin ia tidak mengenal orang itu.Tetapi kenapa hatinya seperti berkata sebaliknya?
Kenapa hatinya seakan berkata padanya bahwa ia merindukan orang itu?



novel keempat, Ilana Tan - Spring in London,

ADA sesuatu yang ingin kukatakan padamu sejak dulu. Sampai sekarang aku
belum mengatakannya karena... yah, karena berbagai alasan. Dan alasan utamanya
adalah karena aku takut.
Kalau aku mengatakannya, reaksi apa yang akan kauberikan?
Apakah kau akan menerima pengakuanku?
Apakah kau akan percaya padaku?
Apakah kau masih akan menatapku seperti ini?
Tersenyum padaku seperti ini?
Atau apakah justru kau akan menjauh dariku?
Meninggalkanku?
Tapi aku tahu aku harus mengatakannya padamu. Aku tidak mungkin
menyimpannya selamanya. Entah bagaimana reaksimu nanti setelah
mendengarnya, aku hanya berharap satu hal padamu.
Jangan pergi dariku.
Tetaplah di sisiku.

.::*::.

ayo yang belum baca 'wajib' baca ya ;) dijamin nggak akan rugi kok. oh ya, bisa di download juga di 4shared kok. bacanya ngurut berdasarkan musim ya, dimulai dari summer, hehehe. kalo baca ngacak juga nggak masalah. saya bacanya dari autumn, winter, summer, (dalam proses pembacaan) terus spring (belum kesentuh malah) #plak ayo baca ya!

Happy reading! ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar